JAVANOLOGI UNS MINTA LEIDEN KEMBALIKAN NASKAH KUNO

SOLO – Institut Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) terus mengupayakan untuk menarik naskah-naskah kuno di perpustakaan Leiden, Belanda. Naskah itu berupa manuskrip jawa berusia paling tua berasal dari zaman sebelum masuknya Islam ke Indonesia yang tersimpan dalam bentuk, seperti: prasasti, logam, relief candi, perahu, lontar, tulang, hingga yang berasal dari bambu.

Ketua Institut Javanologi UNS, Sahid Teguh Widodo, M.Hum, Ph.D saat dujumpai di sela-sela acara Bedah Buku Pituduh dan Piwulange Sunan Lawu, Rabu (27/2/2013) di gedung LPPM, mengungkapkan bahwa penarikan naskah tersebut tidak mudah. “Kita terus melakukan upaya-upaya untuk menarik naskah itu. Kita sudah layangkan surat ke salah satu profesor di sana. Kita sudah mencoba untuk mengirimkan orang yang bisa mengurus itu. Dan memang susah. Posisi perpustakaan itu sudah tutup. Nggak bisa diakses dengan baik oleh siapapun,” ungkapnya.

Sampai saat ini, lanjut Sahid, utusan UNS, Drs. Susanto, M.Hum, yang juga dosen Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) masih berada di Leiden untuk mengurus hal tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan mengusahakan melalui jalur diplomasi. “Kita juga akan menggunakan jalur diplomasi. Kita sudah sampaikan minta tolong ke Pak Harmoko dan DPR RI agar mereka bisa membuka itu lewat KITLV atau langsung ke Leiden,” kata Sahid.

Sahid menerangkan, Institut Javanologi UNS akan mengusahakan untuk mendapatkan kopi dari naskah tersebut. Dengan memiliki kopi naskah-naskah itu, ke depannya, institut bakal dikembangkan terus menerus menjadi lembaga yang dapat dipercaya. Sehingga naskah-naskah yang asli dapat kembali ke Jawa. Ia berharap, Javanologi akan berkembang menjadi pusat studi Javanologi Internasional yang mampu berkontribusi melakukan pengkajian, penyediaan informasi, dan pengajaran

Sementara itu, tahun ini UNS juga akan membangun gedung Javanologi dengan luas lahan 3.500 meter persegi. Gedung senilai Rp 35 miliar ini rencananya berjumlah 4 lantai, dengan lantai bawah bakal digunakan untuk museum kampus, dan lantai di atasnya sebagai perpustakaan manuskrip. Perpustakaan manuskrip ini yang nantinya akan dipergunakan untuk meyimpan naskah-naskah kuno yang berjumlah hingga puluhan ribu itu.

“Perpustakaan manuskrip itu berbeda konsepnya dengan perpustakaan buku. Karena kalau perpustakaan buku itu hanya almari-almari buku, kalau perpustakaan manuskrip pakai AC 24 jam,” terang Sahid.  Hal ini dilakukan karena manuskrip membutuhkan ruangan penyimpanan dengan suhu yang stabil agar tidak mudah rusak.